animasi blog

Senin, 11 Maret 2013





Sebagaimana alur cerita pewayangan umumnya, dalam pertunjukan wayang golek juga biasanya memiliki lakon-lakon baik galur maupun carangan. Alur cerita dapat diambil dari cerita rakyat seperti penyebaran agama Islam oleh Walangsungsang dan Rara Santang maupun dari epik yang bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabarata dengan menggunakan bahasa Sunda dengan iringan gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat boning, satu perangkat boning rincik, satu perangkat kenong, sepasang gong (kempul dan goong), ditambah dengan seperangkat kendang (sebuah kendang Indung dan tiga buah kulanter), gambang dan rebab.
Wayang Golek si Cepot
Sejak 1920-an, selama pertunjukan wayang golek diiringi oleh sinden. Popularitas sinden pada masa-masa itu sangat tinggi sehingga mengalahkan popularitas dalang wayang golek itu sendiri, terutama ketika zamannya Upit Sarimanah dan Titim Patimah sekitar tahun 1960-an.
Dalam pertunjukan wayang golek, lakon yang biasa dipertunjukan adalah lakon carangan. Hanya kadang-kadang saja dipertunjukan lakon galur. Hal ini seakan menjadi ukuran kepandaian para dalang menciptakan lakon carangan yang bagus dan menarik. Beberapa dalang wayang golek yang terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Entah Tirayana, Apek, Asep Sunandar Sunarya, Cecep Supriadi dll.
Pola pengadegan wayang golek adalah sebagai berikut; 1) Tatalu, dalang dan sinden naik panggung, gending jejer/kawit, murwa, nyandra, suluk/kakawen, dan biantara; 2) Babak unjal, paseban, dan bebegalan; 3) Nagara sejen; 4) Patepah; 5) Perang gagal; 6) Panakawan/goro-goro; 7) Perang kembang; 8) Perang raket; dan 9) Tutug.
Salah satu fungsi wayang dalam masyarakat adalah ngaruat, yaitu membersihkan dari kecelakaan (marabahaya). Beberapa orang yang diruwat (sukerta), antara lain: 1) Wunggal (anak tunggal); 2) Nanggung Bugang (seorang adik yang kakaknya meninggal dunia); 3) Suramba (empat orang putra); 4) Surambi (empat orang putri); 5) Pandawa (lima putra); 6) Pandawi (lima putri); 7) Talaga Tanggal Kausak (seorang putra dihapit putri); 8) Samudra hapit sindang (seorang putri dihapit dua orang putra), dan sebagainya.
Wayang golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan lain-lain adakalanya diriingi dengan pertunjukan wayang golek.

Pesilat Dengan Kuda Renggong


Para pemain kuda renggong umumnya adalah laki-laki dewasa yang tergabung dalam sebuah kelompok yang terdiri atas: seorang pemimpin kelompok (pelatuk), beberapa orang pemain waditra, dan satu atau dua orang pemain silat. Para pemain ini adalah orang-orang yang mempunyai keterampilan khusus, baik dalam menari maupun memainkan waditra. Keterampilan khusus itu perlu dimiliki oleh setiap pemain karena dalam sebuah pertunjukan kuda renggong yang bersifat kolektif diperlukan suatu tim yang solid agar semua gerak tari yang dimainkan dapat selaras dengan musik yang dimainkan oleh para pemain waditra.

Asal Usul


Kuda renggong adalah suatu kesenian khas masyarakat Sunda (Jawa Barat) yang menampilkan 1-4 ekor kuda yang dapat menari mengikuti irama musik. Di atas kuda-kuda tersebut biasanya duduk seorang anak yang baru saja dikhitan atau seorang tokoh masyarakat. Kata renggong adalah metatesis dari ronggeng yang artinya gerakan tari berirama dengan ayunan (langkah kaki) yang diikuti oleh gerakan kepala dan leher.

Kesenian kuda renggong atau yang dahulu biasa disebut kuda igel karena bisa ngigel (menari) ini konon tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Desa Cikurubuk, Kecamatan Buah Dua, Kabupaten Sumedang. Waktu itu (sekitar tahun 1880-an) ada seorang anak laki-laki bernama Sipan yang mempunyai kebiasaan mengamati tingkah laku kuda-kuda miliknya yang bernama si Cengek dan si Dengkek. Dari pengamatannya itu, ia menyimpulkan bahwa kuda juga dapat dilatih untuk mengikuti gerakan-gerakan yang diinginkan oleh manusia.

Selanjutnya, ia pun mulai melatih si Cengek dan si Dengkek untuk melakukan gerakan-gerakan seperti: lari melintang (adean), gerak lari ke pinggir seperti ayam yang sedang birahi (beger), gerak langkah pendek namun cepat (torolong), melangkah cepat (derep atau jogrog), gerakan kaki seperti setengah berlari (anjing minggat), dan gerak kaki depan cepat dan serempak (congklang) seperti gerakan yang biasa dilakukan oleh kuda pacu. Cara yang digunakan untuk melatih kuda agar mau melakukan gerakan-gerakan tersebut adalah dengan memegang tali kendali kuda dan mencambuknya dari belakang agar mengikuti irama musik yang diperdengarkan. Latihan dilakukan selama tiga bulan berturut-turut hingga kuda menjadi terbiasa dan setiap mendengar musik pengiring ia akan menari dengan sendirinya.

Melihat keberhasilan Sipan dalam melatih kuda-kudanya ‘ngarenggong’ membuat Pangeran Aria Surya Atmadja yang waktu itu menjabat sebagai Bupati Sumedang menjadi tertarik dan memerintahkannya untuk melatih kuda-kudanya yang didatangkan langsung dari Pulau Sumbawa. Dan, dari melatih kuda-kuda milik Pangeran Aria Surya Atmadja inilah akhirnya Sipan dikenal sebagai pencipta kesenian kuda renggong.

Dalam perkembangan selanjutnya, kesenian kuda renggong bukan hanya menyebar ke daerah-daerah lain di Kabupaten Sumedang, melainkan juga ke kabupaten-kabupaten lain di Jawa Barat, seperti Kabupaten Bandung dan Purwakarta. Selain menyebar ke beberapa daerah, kesenian ini juga mengalami perkembangan, baik dalam kualitas permainannya maupun waditra dan lagu-lagu yang dimainkan. Di Kabupaten Sumedang kualitas permainan kuda renggong diukur menurut standar Persatuan Kuda Sumedang (PKS) yang dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: (1) kuda kualitas baik dan pernah menjadi juara dalam festival kuda renggong tingkat kabupaten; (2) kualitas kuda tingkat pertengahan (kualitas pasaran/pasaran mentas); dan (3) kuda renggong yang masih dalam tahap belajar (kuda baru).

Tempat dan Peralatan Permainan


Kesenian kuda renggong ini umumnya ditampilkan pada acara: khitanan, menyambut tamu agung, pelantikan kepala desa, perayaan hari kemerdekaan dan lain sebagainya. Biasanya dilakukan pada siang hari dan berkeliling kampung. Durasi sebuah pementasan kuda renggong biasanya memakan waktu cukup lama, bergantung dari luas atau tidaknya kampung yang akan dikelilingi.

Peralatan yang digunakan dalam permainan kuda renggong adalah: (1) satu sampai empat ekor kuda yang sudah terlatih beserta perlengkapannya yang terdiri dari: sela (tempat atau alat untuk duduk penunggang kuda), seser (pembalut kepala kuda), sanggawedi (pijakan kaki bagi penunggang), apis buntut (tali penahan sela yang dihubungkan dengan pangkal ekor kuda), eles (tali kemudi kuda), kadali (besi yang dipasang pada mulut kuda untuk mengikatkan tali kendali), ebeg (hiasan sela), sebrak (lapisan di bawah sela agar punggung kuda tidak luka/lecet), dan andong (sabuk yang diikatkan ke bagian perut kuda sebagai penguat sela agar tidak mudah lepas dari punggung kuda); (2) seperangkat waditra yang terdiri dari: dua buah kendang besar (kendang indung dan kendang anak), sebuah terompet, dua ancak ketuk (bonang), sebuah bajidor, dua buah gong (besar dan kecil), satu set kecrek, genjring, dan terbang atau dulang; dan (3) busana pemain kuda renggong yang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu busana juru pengrawit (wiyaga) dan busana pemain silat (pengatik). Busana juru pengrawit terdiri dari: baju seragam biru lengan panjang dan berstrip putih, celana panjang, tutup kepala iket loher, dan sandal. Sedangkan busana pemain silat terdiri dari: celana pangsi berwarna hitam, tutup kepala iket loher, dan ikat pinggang kain berwarna merah.

Pertunjukan Kuda Renggong


Pertunjukan kuda renggong diawali dengan kata-kata sambutan yang dilakukan oleh panitia hajat. Setelah itu, barulah anak yang telah dikhitan atau tokoh masyarakat yang akan diarak dipersilahkan untuk menaiki kuda renggong. Selanjutnya, alat pengiring ditabuh dengan membawakan lagu Kembang Gadung dan Kembang Beureum yang berirama dinamis sebagai tanda dimulainya pertunjukan.

Setelah anak yang akan diarak siap, maka sang pemimpin (pelatuk) akan mulai memberikan aba-aba agar pemain silat (pengatik) dan sang kuda mulai melakukan gerakan-gerakan tarian secara serempak dan bersamaan. Tarian yang biasa dimainkan oleh pesilat bersama kuda renggong tersebut adalah tarian “perkelahian” yang terjadi diantara mereka, yang diantaranya adalah: gerakan kuda berdiri di atas kedua kaki belakangnya. Sementara kaki depan bergerak seperti mencakar pesilat, gerakan-gerakan yang seolah-olah menginjak perut pesilat, gerakan menginjak kepala pesilat menggunakan kaki depan, dan gerakan-gerakan pesilat saat beraksi di sekitar punggung kuda. Sebagai catatan, gerakan-gerakan yang dilakukan oleh sang kuda tidak begitu tinggi karena di atas punggungnya terdapat anak yang dikhitan atau pejabat yang menungganginya.

Sedangkan, lagu-lagu yang dimainkan oleh para wiyaga untuk mengiringi tarian biasanya diambil dari kesenian Jaipong, Ketuk Tilu, dan Joged seperti: Paris Wado, Rayak-rayak, Botol Kecap, Keringan, Kidung, Titipatipa, Gondang, Kasreng, Gurudugan, Mapay Roko, Kembang gadung, Kangsring, Buah Kawung, Gondang, Tenggong Petit, Sesenggehan, Badudud, Tunggul Kawing, Samping Butut, Sireum Beureum, Manuk Dadali, Adem Ayem, Daun Puspa, Solempang Koneng, Reumis Janari, Daun Pulus, dan lagu Selingan (Siyur, Tepang Sono, Awet Rajet, Serat Salira, Madu dan Racun, Pria Idaman, Goyang Dombret, Warudoyong dan lain sebagainya).

Pertunjukan kuda renggong ini dilakukan sambil mengelilingi kampung atau desa, hingga akhirnya kembali lagi ke tempat semula. Setelah itu, diadakan acara saweran yang didahului oleh pembacaan doa yang dipimpin oleh juru sawer (ahli nyawer) dengan menggunakan sesajen yang berupa: nasi tumpeng (congot), panggang daging, panggang ayam (bakakak), sebuah tempurung kelapa yang berisi beras satu liter, irisan kunyit, dan kembang gula. Dan, setelah acara saweran yang dilakukan dengan menaburkan uang logam dan beras putih, maka pertunjukan pun berakhir.

Prabu Nalaka Sura Boma Pejah.


Bagean 1
Cover: Anterja

Sang nalendra Prabu Batara Kresna remagan Setiaki kawuwuh patih udawa sami tungkul ninggal ajrih sang nalendra Watek Wantos Prabu Batara Kresna duduwong samanea Mangnusa trusing madu trahing kususmah titising andanawirih trahing dewa kamanusaan.
Tugas Maha Tunggal pikeun Ngarengse keun Pacogreggan Di alam Dunya.

Ngandika kawedalinglisan mekta pengandika nipun...
Batara Kresna: Eladala... Yayi... Oge kakang Patih Udawa yap kapayun calikna...
Setiaki: Kaula rayi setiaki nampi kana pembage kalayan unjuk sumangga Ngahatur keun sembah sungkem ka hunjuk Raka Batara...
Batara Kresna: yayi pujastuti sampean akang trima dening tangan loro kiwa tengen pulungi ati pun dehing mastaka...
Setiaki: hatur nuhun kalihna perkawis hapunten tina kalepatan ageung sinareng alit.
Batara Kresna: atuh urang saling maklum rayi...
Setiaki: Dawuh...
Batara Kresna: Bujeng hingga akang jeung dulur, dalah jeung deungeun-deungeun oge geus jadi kawajiban manusa ari soal saling maklum mah, eta teh jadi jimat anu paling ampuh di alam dunya saling hampura.
Setiaki: Katilu perkawis tansah di ajeng-ajeng aya pikersaeun naon purwa pan jenengan raka batara kersa nimbalan?
Batara Kresna: memang aya hal-hal anu baris di padung deng keum dina waktu ayeuna..
Kang kakang Udawa.
Patih Udawa: Ngahatur keun sembah sungkem ka hiunjuk panjenengan Gusti prabu.
Batara Kresna: kakang pujastuti sampean di tarima kudua leungeun kenca jeung katuhu simpen pulungi ati pun dehing mastaka...
Patih Udawa: Kalayan pun adi wilujeng sumping...
Setiaki: nuhun nuhun kang...
Patih Udawa: tansah di ajeung-ajeung aya pikersaeun naon Gusti prabu...
Batara Kresna: oh kieu, Saperkawis ngahatur keun rebu nuhun laksa ketika bingahan kang rayi oge kakang Udawa parantos nyaosan pangangkir kaula, kaduana ti eta kaula salaku ais pangampih di ieu nagara ngahatur keun pangajen anu saluhur-luhurna ka setiaki sareng kakang Udawa teu kantun ka sajumlah aplatur nagara Malih panghandapna ka tokoh masyarakat parantos ngarojong kamajengan di ieu nagara...
Setiaki: nampi nuhun.
Patih udawa: nuhun nuhun...
Batara Kresna: tina dasar rumasa hirup teu cukup ku sorangan bisana nagara subur makmur gemah ripah loh jinawi aman kerta laharja teh ieu teh hasil gawe nu rancage , ti mimiti ti sajumlah aplatur nagara kaula miwah tokoh masyarakat tangtuna oge ieu teh pada-pada nyingkil keun baju leungeun kenca jeung katuhu pikeun ngaronjatna nagara jeung bangsa.
Patih Udawa: Dawuh leres...
Batara Kresna: ku kituna kaula umajak ka sakur nu ngaku warga nagara na langkung di tingkat keun deui dina sagala rupa hal widang kagiatan.
Setiaki: di esto keun di esto keun...
Patih Udawa: di esto keun pangersa.
Batara kresna: tah pamungkasna nyaeta ieu teh ngeunaan pribadi kaula dina ngajalan keun kawajiban nagara boh kawajiban salaku batara bisana tentrem di gawe saumpama euweh gangguan naon-naon kana hate da ari hate mah da puguh hate di pangpaler keun oge hese
Setiaki: leres leres...
Batara Kresna: hampir sajumlah manusa anu hirup di alam dunya lamun ka ganggu hatena kana pagaweannana teh sok rada ngurangan malah kaula ngarasa boga dosa nyaeta dina ngawakap keun diri ka nagri sebaraga ka nagara teh aya ka kurangan anu luar biasa.
Patih Udawa: leres leres
Batara Kresna: nyaeta ku ayana ka ganggu hate, ka sebit ati ku kajadian pribadi kaula.
Setiaki: leres tina perkawi
Batara Kresna: tina perkara kajadian nu geus ka alaman dina mangsa ti Prabu nalaka sura ti nagara Traju Trisna anu eta raja teh meredih sabab Purwaganda anak kaula.
Setiaki: leres
Batara Kresna: sanajan bari budakna bedegong, Rada basangkal, memang mol nyalah keun anak ieu teh suwatara kurang merhati keun kana jadi anak da puguh rayi oge apal yen akang teh sarua jelema, ngaran-ngaran jelema tungkul tempat ka luluputan tanggah tempat ka lelepatan samenit ganti sajam robah janji sore rajeun tara ka pake isuk eta jelema ,sabab jelema teu cicing dina hiji martabat sok ka salahan sok ka benerean.
Setiaki: leres leres...
Batara Kresna: aya pohona ,aya balangahna heu...
Patih udawa: timbalan.
Batara Kresna: Tina datangna eta raja ti Traju trisna meredih supaya Samba anak kaula nyaeta daekeun ka eta putri atuhna si Samba nepi ka nolak Atah-atah sabab ningali pimitohaeunna teh buta jangkung geude simbar dada pikasieuneun budak.
Setiakai: leres leres...
Batara Kresna: ceuk pangningalina meureun kaula ngabayang keun bapakna geus kitu komo meureun anakna padahal mah yakin eta Putri Geulis kawanti wanti endah ka bina-bina lucu taya nu nuruban saperti widadari lumungsur ti kahiangan.
Patih Udawa: dawuh...
Batara kresna: Di olo rebuan pangolo pari basana tetep Samba Nolak, Nampik sapajodogan Hareupeun bapakna nepi ka nyebut keun teu sudi abrig-abrigan atuh beungeut akang teh luar biasa erana asa di popokan kokotor...
Setiaki: kantenan pasti
Batara Kresna: Bingung... Kumaha cara ngubaran eta pi besaneun supaya ulah ka ganggu hatena sangkan ka beuli hatena nya akang ningali dina gambar lopian nyaeta neangan jalan kaluar supaya eta besan ulah ka singgung, Inget akang teh boga anak ti nyi pertewi ngaranna teh Sutija.
Setiaki: Leres...
Batara Kresna: harita keneh ku akang di calukan ti lapisan bumi ka tujuh si Sutija di bawa ku indungna, Cek keng ki besan sanajan harita can jadi besan da puguh kaula teh ngubaran hatena, Kumaha putri teh teu ka Si Samba oge nya aya gentosna ka Anak kaula keneh ti nyi pertewi Si Sutija, barang ningali Sutija geus satadina ku kaula di talek kudu daek nya budak teh daekeun atuh pibesaneun teh luar biasa bungahna ka tingali Pameunteuna Marahmay, Da puguh aya gantina teu eleh kasep Sutija oge, ngan saacan eta carita Si samba teh harita ku akang di Usir..
Patih Udawa: seun di Usir
Batara Kresna: tah nepi ayeuna can nempo Bulu-buluna acan..
Setiaki: ehm anu mawi kaula parantos milarian kaditu kadieu milarian ka dulur lapur, baraya teu aya...
Batara Kresna: ari sutija mah ayeuna Teh geus nerus keun jadi raja mitohana, nya jadi raja di nagara Trajutrisna dina gelar Prabu Nalaka Sura Boma... Tah anu jadi bingung kana kolbu anu jadi harengheng kana hate ieu nu jadi anak, si samba dugi ka danget ieu teh can panggih deui di teangan ka kulon los, ka kidul lapur, ka kaler weleh, ka kulon teu aya...

"Nuju dina salebeting Obrolan Ka bingung lajeng Datang Raden Gatotkaca Ti Amarta"...

Gatotkaca: Sampurasun wa...
Batara Kresna: ee,,ee,, itu saha aya di luar...
Setiaki: weh Geuning aya Pun anak Gatotkaca...
Batara Kresna: Gatotkacw, Rampes... Mangga Ka lebet cu...
Setiaki: kalebet lo...
Gatotkaca: Sembah Sungkem ka hunjuk panjenengan wa...
Batara Kresna: Di tampi nuhun cu,
Gatotkaca: teu kantun ka uwa Patih sareng Paman Arya...
Patih Udawa: Nuhun bageur...
Setiaki: Nuhun lo nuhun... Kumaha damang Pinisepuh di amarta...
Gatotkaca: Kaleresan aya hibar Paman,,,
Batara Kresna: aya naon Kasep...
Gatotkaca: Pangapunten wa sateu acanna, kaula mios ti Amarta teh ieu bade ngadugi keun Pancen anu di pundut ku salira uwa sasih kamari, Perkawis milarian Kakang Samba...
Batara kresna: tah,,, kumaha cu...
Setiaki: sok lo laporanna...
Patih Udawa: sok kasep...
Gatotkaca: Kieu wa, Pancen ti uwa sasih kamari nyuhun keun bantosan pikeun milarian kakang samba, Nya kaula teh Ngontek bantosan ka kakang Jaka Tawang sareng Kakang Anterja, Ngerah keun Pasukan Garuda Ngapak, Singara Denok sareng Sijala Tuna nanging Hasilna Nihil wa...
Batara Kresna: ehm... Nihil
Gatotkaca: nihil wa, nanging Mangkukna Kaula Ka sumpingan Kakang Anterja ti Lapisan Bumi ka Opat...
Batara: tah tah tah...
Setiaki: cik lo,,, boa boa boa...
Gatotkaca: kakang Anterja teh Mendak Layon wa, nanging eta layonna teh Di pergasa nyaeta Di aniaya dugi ka di cacag korban Mutilasi, Mastakana, panangan sareng sampeanna...
Batara Kresna: ehm ari kitu...
Gatotkaca: Ieu mah parantos kieu kajadianna uwa,,, Di tinggal dina alat di sami keun sidik jari sareng sajabina, Yakin Ieu Layona Kakang Samba Purwaganda Kalayan nyangga keun Layonna ku kaula di bantun...
Batara kresna: aduuuhhhh...
Setiaki: waaahhhh...

Yawis Kena Dihin Pinasti mapag Kersahyang Widi,,, Tumungku.....

Batara Kresna: aaaaahhhhhhhh,,, Samba.... (Batara kresna nangis balilihan)
Setiaki: samba,, waaaaaa.... Saha lo, saha nu nandasana...
Gatotkaca: mangga antos wae paman...

"Saban-saban robah mangsa ganti
wanci ilang bulan kurunyung taun,
sok mineng kabandungan manusa
sanajan ngalamun salaput umur
kahayang patema-tema kareup
hanteu reureuh-reureuh, geuningan
nu bakal ka rasa jeung ka randapan
lintang ti takdir ilahi.

Sakabeh jalma bakal ngalaman dina ieu hirup di alam anu pinuh ku romantika ka hirupan.
Seuri, ceurik, sedih, musibah jeung
sajabana.

Paingan Agama mere beja aya kecap SABAR.
Sabar dina harti lain Ditampiling
kudu cicing, ditajong kudu
morongkol, digebug kudu
murungkut,

Sabar dina narima papasten boh
hade boh goreng. Supaya jalma
ngarti yen ieu teh dunya, yen bakal
aya kahirupan anu leuwih alus ti
batan kahirupan dunya nyaeta
Akherat.

Natrat katerangan ilahi, Maha
benar Allah swt sareng Firmanna..."

Ieu Prabu Batara Kresna Tina kasedih jadi nafsu anu ngagudur-gudur amarah teu kawadahan...

Batara Kresna: Gatotkaca saha mangkelukna nu nandasa samba, secara teu langsung ieu nantang ka uwa... SETIAKI..!
Setiaki: kaula paduka, Kaula nyayogi keun tanaga Sareng emutan pikeun males pati, hutang pati di bayar pati, hutang wirang di bayar wirang...
Batara Kresna: kaula bakal make hukum anu sa'adil-adilna...
Patih Udawa: kaula oge nyayogi keun tanaga sareng emutan...
Gatotkaca: dina laporan kakang anterja ieu layon teh di kubur di hiji leuweung wa kalayan di jaga'an ku para Denawa, ari eta leuweung teh ka lebet ka nagara Trajutrisna sareng kakang Anterja newak salah sahiji patugas di eta leuweng di introgasi.
Batara Kresna: naon alesanna di tandasa ..
Gatotkaca: Dina eta carita patugas nu ngjaga leuweng teh, Kakang samba sumping nepangan Kakang Sutija anu tos janten Raja di Trajutrisna, ari kakang samba pendak sareng bojona kakang Sutija anu geulis kawanti wanti,,
Nya kakang samba teh menta bojo kakang sutija menta secara paksa, dugi ka patutunggalan nanging nya kitu tea wa, tos kieu kajantennanna...
Batara Kresna: ehm nuhun kasep sareng uwa ngahatur keun rebu nuhun kana sadayana bantosan ti hidep, anterja, jaka tawang sareng pini sepuh amarta...
Kieu kasep sakantenan urang kepung eta nagara Trajutrisna nanging sateuacan urang serang, Wayahna Ngirim keun utusan ka trajutrisna Apakah si Sutija rek narima kana kasalahan atawa arek kumaha, bisi nantang perang, uwa bakal ngirim pasukan...
Gatotkaca: mangga uwa, di esto keun...
Setiaki: wayahna nu bageur emang oge bakal ngajugjug trajutrisna...
Patih Udawa: kaula oge siap...
Batara Kresna: wayahna gatotkaca ulah di isuk pageto keun...
Gatotkaca: mangga uwa, putra gatotkaca pamit...
Batara Kresna: bral...
Setiaki: nhun lo...
Patih Udawa: nuhun anaking...

Bersambung....



Senin, 25 Februari 2013

Asal Mula Kuda Renggong

Menurut salah satu tokoh kuda Renggong sekaligus pemilik Kuda Renggong “Satria Grup” Bapak Olot Eman di Desa Ciaseum Kecamatan Conggeang – Sumedang, Kuda Renggong adalah sebutan bgi kuda yang pandai menari. Karena Kata “Renggong” artinya penari. Kuda Renggong adalah kudaa penari. Kata Renggong mengambil dari kata “Ronggeng” yang artinya oraang yang berprofesi sebagai penari yang pada umumnya diperankan oleh perempuan. Karena istilah itu digunakan untuk binatang peliharaan, maka kata Ronggeng dirubah menjadi Renggong, untuk sekedar membedakan maksud dan tidak disamakan dengan manusia.
Informasi lain diperoleh dari Aki Eme salah satu tokoh seni Kuda Renggong di Desa Hariang, Kec. Buahdua - Sumedang, menambahkan bahwa Kuda Renggong adalah kesenian tradisional asli Sumedang yang keberadaanya di mulai di Desa Buahdua yang pada waktu itu masih berada di wilayah Kecamatan Conggeang (sebelum dimekarkan menjadi Kec. Buahdua).  Pemilik Kuda Renggong pertama bernama Aki Alsipan yang kala itu memiliki banyak kuda yang diabur (digembalakan bebas) di sekitar hutan Desa Buahdua. Selanjutnya diikuti oleh beberapa orang pemilik kuda yang mengikuti jejaknya melatih kuda menjadi kuda renggong dan menyewakan pertunjukan kuda renggong kepada masyarakat dengan iringan musik Kendang Pencak.


Pendapat lain tentang asal mula Kuda Renggong Sumedang seperti dikemukakan oleh salah satu pengamat Budaya di Sumedang Bapak Didi,dalam Coutesy Youtobe yang berjudul “Kuda Renggong, Palias Laas Ku Mangsa” menyatakan bahwa pertunjukkan kuda Renggong sebagai seni kuda menari diawali pada tahun 1910 di tempat kediaman Dalem (Bupati jaman dahulu) Sumedang pada acara khitanan cucu “Kanjeng Dalem”.


Kedua pendapat tersebut  tentunya sangat terkait, dimana tumbuhnya seni Kuda Renggong di masyarakat diilhami oleh adanya “even” pertunjukan Kuda Renggong pertama yang dilaksanakan di Kedaleman Sumedang yang pada saat itu dianggap sukses karena unik dan sekaligus menarik minat masyarakat untuk mengembangkannya. Dan terbukti pada masa-masa selanjutnya seni tradisonal ini begitu populer di kalangan masyarakat sumedang, dan seolah-oleh menjadi kalimat wajib menyewa Kuda Renggong jika mengadakan perta atau hajatan khitanan anak.

 Sumber :  http://kudasumedang.blogspot.com/p/profil-kuda-renggong-sumedang.html